Media

Berita, pengumuman dan informasi terkini tentang Grup APRIL

 Bagikan  Email  Cetak

Ika Marlina berbagi pengalamannya dalam memahami arti penting keberlanjutan hingga ia memutuskan untuk bergabung dalam Sustainability Professional Development Programme yang diselenggarakan oleh Asia Pacific Resources International Holdings Ltd.

Pertanyaan tersebut diajukan kepada saya dalam sesi interview dengan jajaran manajer senior dari Tim Sustainability di APRIL. Interview tersebut adalah salah satu tahap dalam keseluruhan proses rekrutmen Sustainability Professional Development Programme yang diselenggarakan oleh APRIL.

Di lain kesempatan, banyak juga teman saya yang bertanya, “Mengapa harus menerapkan prinsip keberlanjutan?”

Tentu saja bobot kedua pertanyaan tersebut berbeda, namun menurut saya jawaban untuk satu pertanyaan akan memberikan penjelasan bagi pertanyaan yang satunya.

Sebelum bergabung dalam Sustainability Professional Development Programme, saya sempat bekerja di salah satu Kementerian Negara Indonesia yang membuat saya banyak memahami poin-poin dalam Millenium Development Goals (MDGs)—yang kemudian berkembang menjadi Sustainable Development Goals (SDGs). Pada saat itu, pekerjaan saya mengharuskan saya untuk memahami berbagai proyek yang berhubungan dengan SDGs. Saya perlu memastikan kementerian tempat saya bekerja mencapai target-target SDGs yang ditetapkan oleh pemerintah.

Sehingga bagi saya pada waktu itu poin-poin SDGs tidak ubahnya target yang harus dicapai, tanpa sempat saya berpikir sejenak dan bertanya pada diri saya sendiri: “Kenapa kita harus mematuhi SDGs?”

Singkat cerita, saya mengundurkan diri dari kementerian tersebut untuk mengejar gelar magister di Lee Kuan Yew School of Public Policy, National University of Singapore. Selama menempuh pendidikan di Singapura, saya menemukan istilah ‘keberlanjutan’ di hampir setiap mata kuliah maupun studi kasus perkuliahan—sebetulnya ini bukan hal yang aneh jika anda menempuh pendidikan di negara yang menempati peringkat ke-empat di dunia dalam 2018 Sustainable Cities Index.

Sebagai mahasiswa yang mempelajari studi kebijakan, saya belajar mengenai proses perumusan kebijakan. Bagaimana merancang kebijakan yang dapat menyoroti masalah dengan tepat namun juga mudah diimplementasikan. Tentu saja yang terpenting, setiap kebijakan harus dapat menyelesaikan permasalahan nyata. Ketika itulah saya menyadari bahwa ‘keberlanjutan’ bukan hanya perihal target yang terangkum dalam SGDs. Sangat penting untuk memahami mengapa kita harus menerapkannya dan bagaimana metode penerapan yang paling tepat.

Sebagai warga negara Indonesia, saya menyadari bahwa keberlanjutan bukanlah istilah yang akrab di telinga kita. Indonesia, negara dengan jumlah populasi mencapai 264 juta jiwa yang 25,9 juta diantaranya masih hidup di bawah garis kemiskinan (World Bank, 2017). Negara berkembang yang masih kesulitan untuk dapat memenuhi pelayanan publik fundamental seperti layanan pendidikan, kesehatan dan sarana transportasi. Tidak heran jika masyarakatnya memprioritaskan pertumbuhan ekonomi dibanding hal lain. Namun, sangat sedikit masyarakat yang memahami bahwa pertumbuhan ekonomi haruslah berbanding lurus dengan inklusi sosial dan pelestarian lingkungan: sebagian besar masyarakat bahkan belum memahami konsekuensi yang akan muncul jika kedua hal tersebut diabaikan.

Saya sama sekali tidak menghakimi ketidaktahuan tersebut, saya pun pernah termasuk ke dalam golongan masyarakat yang tidak mengerti. Saya kemudian beruntung memiliki kesempatan untuk dapat mengunjungi negara-negara lain dan melihat langsung bagaimana masyarakat di negara lain hidup, melihat langsung permasalahan yang mereka hadapi, belajar di salah satu negara dengan penerapan prinsip keberlanjutan terbaik di Asia, dan dapat berpartisipasi dalam konferensi internasional untuk membahas prinsip keberlanjutan. Pengalaman-pengalaman tersebut yang membantu saya memahami skala permasalahan yang terjadi di berbagai belahan dunia dan akhirnya mengerti pentingnya pembangunan berkelanjutan.

Kembali pada saat saya menempuh pendidikan di Singapura.

Suatu hari, kami mempelajari studi kasus mengenai bencana kabut asap di Asia Tenggara yang terjadi pada tahun 2015. Kabut asap tersebut berasal dari kebakaran hutan di pulau Sumatera dan Kalimantan di Indonesia. Bencana ini cukup signifikan mempengaruhi Singapura.

Sebagai gambaran, Indeks Standar Polutan (PSI) di Indonesia (Sumatera dan Kalimantan) pada saat itu mencapai 2.000 sementara di Singapura mencapai 341, sedangkan angka 100 dalam indeks tersebut telah mengindikasikan udara yang tidak sehat dan angka 300 berarti berbahaya. Kami membahas kasus ini supaya para mahasiswa dapat menganalisis masalah dan merancang kebijakan yang tepat. Sebagai mahasiswa yang berasal dari Indonesia, tentu saja banyak mata tertuju kepada saya. Teman-teman di kelas mulai bertanya banyak hal kepada saya, mereka ingin betul-betul memahami akar permasalahan yang terjadi. Rumor yang beredar pada saat itu, kebakaran hutan tersebut diinisiasi oleh perusahaan-perusahaan besar yang menerapkan kebijakan slash and burn (memangkas dan membakar) untuk membuka hutan menjadi lahan perkebunan tanaman yang merupakan bahan utama untuk industri bubur kertas dan kertas. Akhirnya saya mencari tahu lebih lanjut untuk dapat menjawab pertanyaan teman-teman saya, sekaligus menjawab rasa penasaran saya sendiri. Saat itulah saya mengenal APRIL dan membaca Sustainable Forest Management Policy (SFMP) yang mereka terbitkan. Saya cukup terkejut ketika tahu bahwa APRIL merupakan salah satu perusahaan besar yang telah menerapkan kebijakan keberlanjutan dengan komprehensif.

Hingga tiba saat saya menyelesaikan pendidikan pasca-sarjana dan mulai mencari pekerjaan. Kali ini saya menginginkan pekerjaan yang tidak hanya menjadi sumber finansial namun juga menciptakan peluang bagi saya untuk memberi dampak positif. Saya mulai menyaring berbagai kesempatan kerja. Saya menilai berdasarkan penerapan prinsip keberlanjutan setiap perusahaan. Tapi dimana saya bisa bekerja sambil menerapkan prinsip keberlanjutan? Saat itulah APRIL merilis Sustainability Professional Development Programme.

Lalu, mengapa harus di APRIL?

Saya merasa bekerja di APRIL akan membantu saya memenuhi agenda pribadi saya; saya dapat mempelajari lebih lanjut mengenai penerapan prinsip keberlanjutan yang akan membantu saya memberi dampak positif pada masyarakat. Selanjutnya, karena area operasional utama APRIL bertempat di Indonesia, saya dapat mencapai agenda saya yang lain: membuat perubahan bagi negara saya sendiri, yang masih menghadapi banyak masalah terkait penerapan prinsip keberlanjutan.

Bergabung di APRIL membuat saya mengerti bahwa perusahaan ini memiliki banyak program dan proyek yang sangat mendukung prinsip keberlanjutan. Perusahaan ini memiliki komitmen yang kuat untuk menyelaraskan bisnisnya dengan poin-poin SDGs, tidak hanya dalam konteks pelestarian dan pemeliharaan lingkungan, namun juga memberi andil dalam segi sosial-ekonomi kepada masyarakat sekitarnya. Pada awalnya sempat muncul kecurigaan, apakah yang mereka lakukan benar-benar berlandaskan pada keinginan untuk memberikan dampak positif atau hanya bagian dari strategi branding.

Seperti bisnis komersial pada umumnya, profit merupakan hal fundamental bagi APRIL, namun setelah saya bergabung di perusahaan ini saya melihat bahwa di samping mengedepankan keuntungan, APRIL juga begitu menyadari pentingnya keberlanjutan dalam proses operasionalnya agar dapat terus berjalan dalam jangka waktu yang panjang. Itulah mengapa mereka banyak berinvestasi dalam proyek-proyek keberlanjutan, termasuk di dalamnya Sustainability Professional Development Programme yang saya ikuti.

Keberlanjutan lebih dari sekedar merawat lingkungan, lebih dari jargon ‘go green’ atau kampanye anti plastik yang ramai di media sosial.

Keberlanjutan pun lebih luas dari sekedar upaya pengentasan kemiskinan, lebih dari sekedar misi menghilangkan kelaparan dari muka bumi.

Keberlanjutan bukan hanya tentang meningkatkan pertumbuhan ekonomi, tidak sebatas menciptakan lapangan pekerjaan dan mengeliminasi ketimpangan.

Lebih dari semua hal itu, keberlanjutan adalah tentang kita, manusia yang mengubah perilaku dan kebiasaan buruk agar bumi yang kita tinggali sekarang dapat menampung pertumbuhan populasi global dan penyediaan kebutuhan dalam hal ekonomi, sosial, dan lingkungan dapat terpenuhi sesuai porsi yang seimbang. Porsi yang seimbang ini penting karena sumber daya yang menopang hidup kita akan semakin menipis. Kita bisa membuat perubahan hari ini atau menunggu hingga tidak ada yang dapat kita lakukan. Anda memilih yang mana?

Ika Marlina bergabung dalam Sustainability Professional Development Programme yang diselenggarakan oleh APRIL di tahun 2018 setelah menyelesaikan studi pasca-sarjana dalam bidang Administrasi Publik di National University of Singapore’s Lee Kuan Yew School of Public Policy. Untuk informasi lebih lanjut mengenai Sustainability Professional Development Programme, baca di sini.

Artikel Lainnya

Satu Tahun APRIL2030
Satu Tahun APRIL2030 Dalam rangka merayakan ulang tahun pertama APRIL2030, Grup APRIL mengumumkan pencapaian dalam mempercepat aksi pencegahan perubahan iklim melalui komitmen t...
Jakarta Globe: Jinakkan Api melalui FFVP
Jakarta Globe: Jinakkan Api melalui FFVP Jakarta Globe bercerita tentang Ihsan Kusnaidi, seorang pria yang terinsiprasi untuk bergabung dengan Program Desa Bebas Kebakaran (FFVP) yang diselenggarakan...
Wanita Hebat di Ranah Kehutanan
Wanita Hebat di Ranah Kehutanan Dunia kehutanan sering kali dikaitkan dengan ‘dunianya laki-laki’. Kendati demikian, tak sedikit figur perempuan yang menunjukkan tajinya dengan menjadi pemimp...
 Bagikan  Email  Cetak