Mengenal Warisan Melayu, Dari Tanjak Melayu Hingga Istana Peraduan
- Detail
Bicara tentang warisan budaya Melayu, pastilah mata akan tertuju pada Provinsi Riau yang menjadi rumah bagi sejarah dan kebudayaan Melayu di Indonesia. Provinsi yang dijuluki Bumi Lancang Kuning ini bahkan melestarikan warisan budayanya melalui program pariwisata berkelanjutan.
Terletak di jantung dan sepanjang pesisir Selat Malaka, provinsi Riau memiliki berbagai keistimewaan. Selama berabad-abad, para saudagar dan pedagang berbondong-bondong mengunjungi provinsi yang terkenal dengan lanskapnya yang makmur dan histori kejayaan dari kesultanan masa lampau.
Tak heran, kayanya sejarah dan budaya menjadikan masyarakat Riau sangat beragam dengan komunitas yang terikat pada beberapa etnis, seperti Melayu, Jawa, Tionghoa, Minangkabau, Batak, Bugis, dan Banjar.
Aset budaya yang tak ternilai ini menjadi warisan yang sangat berharga bagi Riau. Upaya pelestarian budaya terus dilakukan dalam mempertahankan identitas provinsi, mulai dari melestarikan arsitektur, sastra, sejarah, tradisi, kuliner, dan masih banyak lagi.
Salah satunya adalah Tanjak Melayu.
Baru-baru ini, Tanjak Melayu atau penutup kepala khas tradisional Riau menjadi ‘trending topic’ setelah seorang selebriti Instagram (selebgram) kedapatan memakainya secara tidak pantas.
Tanjak Melayu adalah ikon penting, yang menggambarkan kekuatan dan pengaruh kesultanan Riau di masa lalu. Penggunaanya pun tidak boleh sembarangan. Beberapa waktu lalu seorang selebgram terpotret memakai penutup kepala tersebut tidak dengan semustinya dan memicu kritik tajam masyarakat Riau apalagi Tanjak Melayu berfungsi sebagai tanda penghormatan dan kebanggaan. Biasanya, hanya anggota kerajaan kesultanan Riau dan anggota masyarakat yang sangat dihormati yang dinilai layak mengenakannya
Perhatian lebih ini pun menjadi bukti bahwa warisan Melayu masih terus dijaga dan dilestarikan turun-temurun hingga saat ini.
Contoh kuatnya budaya Melayu di tanah Riau juga tercermin di kemegahan Istana Siak Sri Inderapura.
Sedikit cerita, Sultan Abdul Jalil Rahmat Shah, yang akrab disapa Raja Kecil, mendirikan kesultanan Siak pada tahun 1722. Kesultanan ini pernah menjadi yang terkuat di pantai timur Sumatra karena kontrol perdagangannya di sekitar Selat Melaka. Namun, penjajahan Belanda dan Inggris mengubah pengaruh kesultanan tersebut. Bahkan setelah tahun 1824, kesultanan tersebut dikuasai oleh Belanda. Hingga akhirnya, pada tahun 1945, Sultan Siak terakhir, Syarif Qasim II, menyatakan kesetiaannya kepada Republik Indonesia.
Sisa-sisa periode emas ini masih tersebar di seantero Riau. Istana Siak, dengan pengaruh Melayu, Arab dan Eropa, kini menjadi museum dan salah satu tujuan wisata budaya yang paling banyak dikunjungi di Riau. Istana dengan kompleks yang luas itu menampung beberapa istana kecil, termasuk Istana Peraduan.
Istana ini dibangun pada tahun 1915, dan dilengkapi dengan material dari bahan impor terbaik dari Eropa. Istana tersebut berfungsi sebagai tempat Sultan Syarif Qasim II dan keluarganya untuk beristirahat dan menerima kunjungan resmi.
Setelah sultan wafat, Istana Peraduan kini digunakan untuk sejumlah acara seremonial terbatas. Desain dan arsitetuknya pun tetap dipertahankan. Banyak sejarawan dan cendikiawan melihat Istana Siak dan Peraduan sebagai sumber referensi kekayaan budaya melayu di Sumatra.
Baru-baru ini, istana Peraduan dipugar demi meremajakan kemegahannya. Pemugaran yang didukung oleh PT Riau Andalan Pulp and Paper (RAPP) tersebut memakan waktu delapan bulan untuk selesai, meliputi bagian dalam dan luar istana. Pengerjaan interior tetap sesuai dengan desain aslinya, rekonstruksi ruang tamu, ruang keluarga, kamar tidur utama atau bilik peraduan, ruang makan, ruang sela, dan ruang diorama yang dilakukan dengan kehati-hatian dan memperhatikan detail.
Istana Peraduan Siak
Peremajaan ini merupakan bagian dari dukungan PT RAPP akan peran penting warisan budaya dalam menciptakan rasa kebanggaan terhadap identitas nasional bangsa.
”Menghargai seni dan budaya kita sendiri berarti melestarikan identitas kita,” kata Sri Mekka, Kepala Museum dan Taman Budaya Riau, sebuah lembaga lokal yang beroperasi di bawah Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
“Misi kami sebagai bagian dari Pemerintah Provinsi Riau adalah mengembangkan dan memajukan seni dan budaya daerah kami. Kami bekerja sama dengan Dinas Pariwisata dan Ekonomi Riau untuk meningkatkan kesejahteraan sosial ekonomi masyarakat.”
Pembangunan pariwisata berkelanjutan yang memperhatikan dampak terhadap lingkungan, sosial, budaya, ekonomi untuk masa kini dan masa depan bagi masyarakat lokal dan wisatawan
diakui sebagai motor penggerak untuk mempromosikan dan melindungi warisan budaya.
Pengelolaan warisan budaya Kabupaten Siak yang bertanggung jawab dan keterlibatan berbagai pemangku kepentingan, termasuk sektor swasta, adalah contoh baik tentang bagaimana kolaborasi semua pihak dapat bermanfaat untuk semua orang.
“Indonesia membutuhkan strategi pembangunan dan pelestarian untuk melindungi warisan bangsa kita,” kata Mohammad Sofwan Effendi, Direktur Sumber Daya Manusia Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia, seperti dikutip Antara News pada Februari 2021. “Ini adalah tanggung jawab kita bersama. ”